Semakin pesatnya teknologi Digital Multimedia, dimana para produsen film dunia saat ini mulai mengalihkan teknik produksi film nya ke format Digital, hal ini semakin memaksa Bioskop Konvensional yang terbiasa menggunakan film seloluid 35mm untuk mengkonversi ke proyektor digital atau yang disebut DCP (Digital Cinema Package)
Di Indonesia sendiri sudah hampir semua Bioskop besar seperti 21, XXI, Blitzmegaplex, Platinum cineplex, cinemaxx sudah memiliki studio Bioskop Digital.
Ada beberapa nama besar proyektor, yang paling banyak di aplikasikan di bioskop bioskop di indonesia:

Semua proyektor diatas memiliki kualitas bentang (3.840 x 2.160 Pixel)
Secara resolusi, kopi film 35mm “tradisional” masih lebih unggul dari format DCP. Format kopi film 35mm diperkirakan setara dengan resolusi 8K sedangkan format tayang di bioskop digital yang paling tinggi kualitasnya masih 4K.
Kelebihan format digital adalah kejernihan kualitas gambar yang selalu konsisten. Karena tidak adanya risiko gambar cacat atau kotor karena sentuhan fisik seperti yang terjadi di kopi film.
Sejarah Digital Cinema bermula tahun 2002 dimana pada saat itu para Major Studio Hollywood membentuk sebuah organisasi yang bernama Digital Cinema Initiative (DCI).
Organisasi ini diciptakan untuk menentukan standar arsitektur untuk bioskop digital agar tercapai model yang seragam secara global, berkualitas tinggi. Dengan mengacu pada standar Society of Motion Picture and Television Engineers (SMPTE) maupun International Organization for Standardization (ISO) maka ditentukan standar/format tertentu yang harus diaplikasikan untuk menyiapkan master materi film, sistem distribusinya, sampai ke urusan perlindungan isi film (content), pengacakan (encryption), dan penandaan khusus untuk menghindari pembajakan (forensic marking).
Semua teknologi bioskop digital yang memenuhi persyaratan mereka disebut DCI Compliance (sesuai/cocok dengan DCI).
Perbedaan dasar antara sinema analog dengan digital adalah cara pengemasannya (packaging), distribusi, dan penayangannya.
Untuk pendistribusian sebuah film, idealnya produser/rumah produksi mengirim materi ke server bioskop pada waktu dan tempat yang ditentukan lewat jaringan satelit.
Kenyataaannya, karena keterbatasan infrastruktur, sampai sekarang materi film dikirim secara fisik dalam bentuk hard disk portable ke bioskop kemudian datanya ditransfer ke server bioskop.
Materi film itu baru bisa ditayangkan bila dimasukkan nomor seri khusus ke dalam sistem proteksi isi, pengacakan, dan penandaan khusus yang menempel pada materi film digital.
Teknologi sistem proteksi isi disebut Key Delivery Message (KDM).
Dengan KDM, materi film digital hanya bisa dibuka dengan nomor seri khusus pada waktu dan di tempat yang sudah ditentukan.